Aquasprite Theme Demo

Welcome

Yoyok, Sang "Insinyur" Sambal

9 Mei 2010 , Posted by suyono at 06.26



Dengan predikat Kota Gudeg, Yogyakarta dikenal memiliki cita rasa makanan yang serba manis. Banyak yang berpendapat, ide gila bila berbisnis makanan pedas di kota ini. Namun, Yoyok Hery Wahyono (35) berhasil membuat ide gila itu menjadi kenyataan.

Bagi penggemar makanan pedas di Yogyakarta, siapa tak kenal Waroeng Spesial Sambal (SS). Di warung ini, mereka bisa menemukan aneka jenis sambal, yang tingkat kepedasannya dapat disesuaikan dengan selera pemesan.

Ada lebih dari 25 jenis sambal di warung ini. Semuanya disajikan segar. Baru diulek bila ada pesanan. Mahasiswa, pegawai kantor, hingga wisatawan datang ke warung ini untuk merasakan sensasi pedas sambal racikan Yoyok. Saat merintis warungnya tahun 2002, Yoyok tak mengira usahanya bakal berkembang seperti sekarang. Kini, setelah sekitar tujuh tahun, warung SS terus berbiak dan menyebar menjadi 36 cabang di 17 kota dengan 250 karyawan, baik di Jawa maupun Sumatera.

Cabang-cabang itu ia kendalikan dari kantor pusat Waroeng SS di Gang Kinanti, Jalan Kaliurang Kilometer 4,5, Sleman, Yogyakarta. Dari 10 cabang warung SS di Yogyakarta saja, ia mendapat omzet Rp 450 juta- Rp 600 juta per bulan.

Kesuksesan SS menginspirasi munculnya warung-warung lain di Yogyakarta untuk menjadikan sambal sebagai jualan utama.

Mulanya, tak sedikit yang menertawakan ide Yoyok membuka warung sambal. Selain sambal dianggap kurang elite, waktu itu Yoyok menyandang status manajer di sebuah perusahaan lokal. Aneh, jika Yoyok yang manajer dan tercatat sebagai mahasiswa Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, banting setir menjadi pedagang kaki lima. Ibunya pun sempat menyesalkan keputusannya itu.

Namun, Yoyok yakin idenya membuka warung sambal punya prospek. Pencinta sambal seperti dia sulit menemukan warung makan yang sambalnya benar- benar pedas. Ia yakin penggemar sambal di Yogyakarta tidak sedikit.

Alasan lain, ia perlu alternatif. ”Nilai kuliah jelek, umur sudah tua, susah memenuhi syarat buat melamar pekerjaan. Saya harus punya alternatif untuk masa depan,” katanya.

Yoyok yang semasa mahasiswa sudah mencoba berbagai jenis usaha memutuskan berhenti kuliah dan membuka warung. Apalagi ia hobi masak. ”Sewaktu masih kos, setiap minggu saya masak sendiri. Selain hobi, juga karena kepepet uang saku. Ternyata teman-teman suka masakan saya,” kata Yoyok yang lahir di Boyolali dan pindah ke Yogyakarta sejak sekolah di SMAN 3 Yogyakarta.

Warung pertama Yoyok dibuka tahun 2002 di trotoar tak jauh dari Gedung Grha Sabha Pramana UGM. Bermodal Rp 9 juta, ia membeli bahan makanan dan peralatan warung.

Delapan bulan pertama, ia turun langsung di warung. Selain meracik sejumlah sambal andalan, ia juga memberi sentuhan kreatif hingga warungnya lebih menyerupai kafe dibandingkan lesehan kaki lima.

Untuk menarik konsumen, ia mengundang teman-temannya makan biar warungnya ramai. Ini membuat orang penasaran dan mampir ke warungnya. Ia membuka dua nomor telepon hotline bagi konsumen yang mau memberi saran dan kritik.

Untuk menemukan cita rasa yang pas, ia mencoba berbagai jenis cabai dan terasi hingga tahu jenis cabai dan terasi yang paling pas untuk sambal. Sekarang, ia tengah mengembangkan cabai khusus sambal SS, bekerja sama dengan petani di Boyolali.

Selain sejumlah jenis sambal tradisional Jawa, Yoyok membuat 27 jenis sambal baru. Setidaknya enam bulan sekali ia mengeluarkan jenis sambal baru. Agar standar rasa sambal SS merata, di setiap cabang ada ahli pembuat sambal yang telah dilatih sekitar dua bulan.

Kini Yoyok sering diundang mengisi berbagai acara kewirausahaan. Lucunya, dalam sertifikat pembicara seminar, nama Yoyok, yang tak sempat menyelesaikan pendidikannya ini, mendapat embel-embel gelar ST atau sarjana teknik. ”Ternyata saya diangkat menjadi sarjana karena sambal he-he..,” ujarnya.(IDHA SARASWATI)



Sumber artikel dan gambar : www.koran.kompas.com
http://beritaharianku.blogspot.com/2009/08/yoyok-sang-insinyur-sambal.html

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar